KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun
panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat dan rahmat-Nya penyusun bisa
menyelesaikan makalah yang berjudul “TEORI BELAJAR SOSIAL (HUMANISME)”. Makalah ini penyusun rangkai guna untuk
memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran. Manusia pasti memiliki
kekurangan seperti halnya dalam pembuatan makalah ini pun penyusun banyak
sekali kekurangan. Untuk itu, penyusun selalu mengharap kritik dan saran dari pembaca
guna kemajuan bersama. Demikian sedikit pengantar dari penyusun. Semoga makalah
ini memberikan informasi bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan
ilmu pengetahuan bagi kita semua. Akhir
kata penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini.
Jember,
Maret 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................. 1
DAFTAR
ISI................................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................. 3
1.2 Rumusan
Masalah............................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori Belajar Humanistik............................................... 4
2.2 Tokoh Teori Belajar Humanistik...................................................... 4
2.3 Prinsip Teori Belajar Humanistik...................................................... 10
2.4 Aplikasi Teori Belajar Humanistik................................................... 11
2.5 Implikasi Teori Belajar
Humanistik.................................................. 12
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan........................................................................................ 14
DAFTAR
PUSTAKA..................................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut teori
humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Belajar bukan
hanya menghafal dan mengingat, tetapi belajar adalah suatu proses yang ditandai
dengan adanya perubahan pada diri siswa. Perubahan sebagai hasil proses belajar
dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuan, sikap
dan tingkah laku ketrampilan, kecakapan, kemampuan, daya reaksi dan daya
penerimaan. Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk
mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk
mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan mambantu dalam
mawujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Dalam suatu pembelajaran
juga perlu didukung oleh adanya suatu teori dan belajar, secara umum teori
belajar di kelompokan dalam empat kelompok atau aliran meliputi Teori Belajar
Behavioristik, Teori Belajar Kognitif, Teori Belajar Humanistik, dan Teori
Belajar Sibernik.
Untuk memahami lebih lanjut maka dalam makalah ini
akan membahas mengenai Teori Belajar Humanistik.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian Teori Belajar Humanistik?
2.
Siapa sajakah tokoh Teori Belajar Humanistik?
3.
Apa saja prinsip dalam Teori Belajar Humanistik?
4.
Bagaimana aplikasi Teori Belajar Humanistik?
5.
Apa implikasi Teori Belajar Humanistik?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori Belajar Humanistik
Teori Belajar Humanistik adalah
suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana memanusiakan manusia
serta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya. Teori humanistik sangat mementingkan
yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri. Teori belajar ini lebih
banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang
dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal.
Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada pengertian belajar dalam bentuknya
yang paling ideal dari pada pemahaman tentang proses belajar sebagaimana apa
adanya, seperti yang selama ini dikaji oleh teori-teori belajar lainnya.
Teori
belajar humanistik proses belajar harus bermuara pada manusia itu
sendiri. Dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan
dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Teori ini lebih tertarik
pada ide belajar dalam betuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa
adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian.. Teori apapun
dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan manusia” (mencapai aktualisasi diri dan
sebagainya) dapat tercapai. Dalam teori belajar
humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya
dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat
laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini
berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari
sudut pandang pengamatnya.
2.2 Tokoh Teori Humanistik
1. Carl R. Rogers Roger
kurang menaruh perhatian kepada mekanisme proses belajar. Belajar dipandang
sebagai fungsi keseluruhan pribadi. Dia berpendapat bahwa belajar yang
sebenarnya tidak dapat berlangsung bila tidak ada keterlibatan intelektual
maupun emosional peserta didik. Oleh karena itu, menurut teori belajar
humanisme bahwa motifasi belajar harus bersumber pada diri peserta didik. Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1)
belajar yang bermakna dan (2) belajar yang tidak bermakna. Belajar yang
bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan
perasaan peserta didik, dan belajar
yang tidak bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek
pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan peserta didik. Bagaimana
proses belajar dapat terjadi menurut teori belajar humanisme? Orang
belajar karena ingin mengetahui dunianya. Individu memilih sesuatu untuk
dipelajari, mengusahakan proses belajar dengan caranya sendiri, dan menilainya
sendiri tentang apakah proses belajarnya berhasil. Menurut
Roger, peranan guru dalam kegiatan belajar siswa menurut pandangan teori
humanisme adalah sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam : (1) membantu
menciptakan iklim kelas yang kondusif agar siswa bersikap positif terhadap
belajar, (2) membantu siswa untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan
kebebasan kepada siswa untuk belajar, (3) membantu siswa untuk memanfaatkan
dorongan dan cita-cita mereka sebagai kekuatan pendorong belajar, (4)
menyediakan berbagai sumber belajar kepada siswa, dan (5) menerima pertanyaan
dan pendapat, serta perasaan dari berbagai siswa sebagaimana adanya.
2.
Arthur Combs Belajar
terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi
yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa
matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan
terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus
mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dari
ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan
baginya. Untuk itu guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami
dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru
harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku
internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak
guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi
pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah
menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana
membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran
tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya. Combs
memberikan lukisan persepsi diri dalam dunia seseorang seperti dua lingkaran
(besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu.. Lingkaran kecil (1) adalah
gambaran dari persepsi diri dan
lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu
dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal
yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
3. Kolb
Kolb seorang ahli penganut aliran humanistik membagi
tahap-tahap belajar menjadi 4, yaitu :
a.
Tahap pengalaman kongkret Seseorang mampu atau dapat mengalami suatu peristiwa atau suatu
kejadian sebagaimana adanya. Ia dapat melihat dan merasakannya, dapat
menceritrakan peristiwa tersebut sesuai dengan apa yang dialaminya. Namun dia
belum memiliki kesadaran tentang hakikat dari peristiwa tersebut. Ia hanya dapat
merasakan kejadian tersebut apa adanya, dan belum dapat memahami serta
menjelaskan bagaimana peristiwa itu terjadi. Ia juga belum dapat memahami
mengapa peristiwa tersebut harus terjadi seperti itu. Kemampuan inilah yang
terjadi dan dimiliki seseorang pada tahap paling awal dalam proses belajar.
b.
Tahap pengalaman aktif dan reflektif Seseorang makin lama akan semakin mampu melakukan observasi secara
aktif terhadap peristiwa yang dialaminya. Ia mulai berupaya untuk mencari
jawaban dan memikirkan kejadian tersebut. Ia melakukan refleksi terhadap
peristiwa yang dialaminya, dengan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan bagaimana
hal itu bisa terjadi, dan mengapa hal itu mesti terjadi dan dimiliki seseorang
pada tahap ke dua dalam proses belajar.
c.
Tahap konseptualisasi Seseorang
sudah mulai berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori,
konsep, atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi objek
perhatiannya. Berfikir induktif banyak dilakukan untuk merumuskan suatu aturan
umum atau generalisasi dari berbagai contoh peristiwa yang dialaminya. Walaupun
kejadian-kejadian yang diamati tampak berbeda-beda, namun memiliki
komponen-komponen yang sama yang dapat dijadikan dasar aturan bersama.
d.
Tahap eksperimentasi aktif Melakukan
eksperimentasi secara aktif. Pada tahap ini seseorang seseorang sudah mampu
mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau aturan-aturan ke dalam situasi
nyata. Berfikir deduktif banyak digunakan untuk mempraktekkan dan menguji
teori-teori serta konsep-konsep di lapangan. Ia tidak lagi mempertanyakan asal
usul teori atau suatu rumus, tetapi ia mampu menggunakan teori atau rumus-rumus
tersebut untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, yang belum pernah ia jumpai
sebelumnya.
Tahap-tahap belajar demikian dilakukan oleh Kolb sebagai
suatu siklus yang berkesinambungan dan berlangsung di luar kesadaran orang yang
belajar. Secara teoritis tahap-tahap belajar tersebut memang dapat dipisahkan,
namun dalam kenyataannya proses peralihan dari suatu tahap ke tahap belajar di
atasnya sering kali terjadi begitu saja sulit untuk ditentukan kapan
terjadinya.
4. Honey Dan Mumford Honey
dan Mumford menggolong-golongkan orang yang belajar ke dalam empat macam atau
golongan, yaitu kelompok aktivis, golongan reflektor, kelompok teoritis dan
golongan pragmatis. Masing-masing kelompok memiliki karakteristik yang berbeda
dengan kelompok lainnya. Karakteristik yang dimaksud adalah : a.
Kelompok aktivis Orang-orang yang termasuk ke
dalam kelompok aktivis adalah mereka yang senang melibatkan diri dan
berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh
pengalaman-pengalaman baru. Orang-orang tipe ini mudah diajak berdialog,
memiliki pikiran terbuka, menghargai pendapat orang lain, dan mudah percaya pada
orang lain. Namun dalam melakukan suatu tindakan sering kali kurang
pertimbangan secara matang, dan lebih banyak didorong oleh kesenangannya
untukmelibatkan diri. Dalam kegiatan belajar, orang-orang demikian senang pada
hal-hal yang sifatnya penemuan-penemuan baru, seperti pemikiran baru,
pengalaman baru dan sebagainya, sehingga metode yang cocok adalah problem
solving, barin storming. Namun mereka akan cepat bosan dengan
kegiatan-kegiatan yang implementasinya memakan waktu lama.
b. Kelompok reflektor Mereka yang termasuk dalam kelompok
reflektor mempunyai kecenderungan yang berlawanan dengan mereka yang termasuk
kelompok aktivis. Dalam dalam melakukan suatu tindakan, orang-orang tipe
rflektor sangant berhati-hati dan penuh pertimbangan. Pertimbangan-pertimbangan
baik - buruk dan untung - rugi, selalu memperhitungkan dengan cermat dalam
memutuskan sesuatu. Orang orang demikian tidak mudah dipengaruhi, sehingga
mereka cenderung bersifat konservatif.
c.
Kelompok teoritis Mereka memiliki kecenderugan yang sangat krritis, suka menganalisis,
selalu berfikir rasional dengan menggunakan penalarannya. Segala sesuatu sering
dikembalikan kepada teori dan konsep-konsep atau hukum-hukum. Mereka tidak
menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya subjektif. Dalam melakukan atau
memutuskan sesuatu, kelompok teoritis penuh dengan pertimbangan, sangat skeptis
da tidak menyukai hal-hal yang bersifat spekulatif. Mereka tampak lebih tegas
dan mempunyai pendirian yang kuat, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh pendapat
orang lain.
d. Kelompok pragmatis Berbeda
dengan orang-orang tipe pragmatis, mereka memiliki sifat-sifat praktis, tidak
suka berpanjang lebar dengan teori-teori, konsep-konsep, dalil-dalil, dan
sebagainya. Bagi mereka yang penting adalah aspek-aspek praktis, sesuatu yang
nyata dan dapat dilaksanakan. Sesuatu hanya bermanfaat jika dapat dipraktekkan.
Teori, konsep, dalil, memang penting, tetapi jika itu semua tidak dapat
dipraktekkan maka teori, konsep, dalil, dan lain-lain itu tidak ada gunanya.
Bagi mereka, sesuatu lebih baik dan berguna jika dapat dipraktekkan dan
bermanfaat bagi kehidupan manusia.
5. Habermas Menurutnya, belajar baru akan terjadi jika ada interaksi antara
individu dengan lingkungannya. Lingkungan belajar yang dimaksud di sini adalah
lingkungan alam maupun lingkkungan sosial, sebab antara keduanya tidak dapat
dipisahkan. Dengan pandangannya yang demikian, ia membagi tipe belajar menjadi
tiga, yaitu belajar teknis (technical learning), belajar
praktis (practical learning), dan belajar emansipatoris (emancypatory
learning). Masing-masing tipe memiliki ciri-ciri sebagai berikut
:
a. Belajar
teknis (technical learning) Belajar
teknis adalah belajar bagaimana seseorang dapat beinteraksi dengan lingkungan
alamnya secara benar. Pengetahuan dan keterampilan apa yang dibutuhkan dan
perlu dipelajari agar dapat mereka dapat menguasai dan mengelola lingkungan
alam sekitarnya dengan baik. Oleh sebab itu, ilmu-ilmu alam atau sain amat
dipentingkan dalam belajar teknis.
b. Belajar
praktis (practical learning) Belajar praktis adalah belajar bagaimana seseorang dapat
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, yaitu dengan orang-orang di
sekelilingnya dengan baik. Kegiatan belajar ini lebih mengutamakan terjadinya
interaksi yang harmonis antar sesama manusia. Untuk itu bidang-bidang ilmu yang
berhubungan sosiologi, komunikasi, psikologi, antropologi, dan semacamnya, amat
diperlukan. Sungguhpun demikian, mereka percaya bahwa pemahaman dan
keterampilan seseorang dalam mengelola lingkungan alamnya tidak dapat
dipisahkan dengan kepentingan manusia pada umumnya. Oleh sebab itu, interaksi
yang benar antara individu dengan lingkungan alamnya hanya akan tampak dari
kaitan atau relevansinya dengan kepentingan manusia.
c. Belajar
emansipatoris (emancypatory learning) Belajar emansipatoris menekanan upaya agar seseorang mencapai suatu
pemahaman dan kesadaran yang tinggi akan terjadinya perubahan atau informasi
budaya dalam lingkungan sosialnya. Dengan pengertian demikian maka dibutuhkan
pengetahuan dan ketrampilan serta sikap yang benar untuk mendukung terjadinya
transformasi kultural tersebut. Untuk itu, ilmu-ilmu yang berhubungan dengan
budaya dan bahasa amat diperlukan. Pemahaman dan kesadaran terhadap trasformasi
kultural inilah yang oleh Habermas dianggap sebagai tahap belajar yang paling
tinggi, sebab transformasi kultural adalah tujuan tujuan pendidikan paling
tinggi.
2.3 Prinsip Teori Belajar Humanistik
Beberapa prinsip Teori belajar
Humanistik:
- Manusia mempunyai belajar alami
- Belajar signifikan terjadi apabila materi plajaran dirasakan murid mempuyai relevansi dengan maksud tertentu
- Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
- Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasarkan bila ancaman itu kecil
- Bila bancaman itu rendah terdapat pangalaman siswa dalam memperoleh cara.
- Belajar yang bermakna diperolaeh jika siswa melakukannya
- Belajar lancar jika siswa dilibatkan dalam proses belajar
- Belajar yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam
- Kepercayaan pada diri pada siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri
- Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar
Roger sebagai ahli dari teori
belajar humanisme mengemukakan beberapa prinsip belajar yang penting yaitu:
a. Manusia itu memiliki keinginan alamiah untuk
belajar, memiliki rasa ingin tahu alamiah terhadap dunianya, dan keinginan yang
mendalam untuk mengeksplorasi dan asimilasi pengalaman baru.
b. Belajar akan cepat dan lebih bermakna bila bahan
yang dipelajari relevan dengan kebutuhan siswa.
c. Belajar dapat di tingkatkan dengan mengurangi
ancaman dari luar.
d. Belajar secara partisipasif jauh lebih efektif
dari pada belajar secara pasif dan orang belajar lebih banyak bila belajar atas
pengarahan diri sendiri.
e. Belajar atas prakarsa sendiri yang melibatkan
keseluruhan pribadi, pikiran maupun perasaan akan lebih baik dan
tahan lama.
f. Kebebasan, kreatifitas, dan kepercayaan diri
dalam belajar dapat ditingkatkan dengan evaluasi diri orang lain tidak begitu
penting.
2.4 Aplikasi Teori Belajar Humanistik
Aplikasi teori humanistik lebih
menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai
metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah
menjadi fasilitator bagi para
siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar
dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan
mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran. Siswa berperan sebagai pelaku utama
(student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan
siswa memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan
meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif. Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya
daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
- Merumuskan tujuan belajar yang jelas
- Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif.
- Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri
- Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
- Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan.
- Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
- Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
- Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa
Pembelajaran berdasarkan teori
humanistik ini cocok untuk diterapkan. Keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa
senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir,
perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
Siswa diharapkan menjadi manusia
yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur
pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain
atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
2.5 Implikasi Teori Belajar Humanistik Psikologi
humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator. Berikut ini
adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas
fasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa
(petunjuk):
a. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada
penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
b. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan
memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan
kelompok yang bersifat umum.
c. Dia mempercayai adanya keinginan dari
masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi
dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang
bermakna tadi.
d. Dia mencoba mengatur dan menyediakan
sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa
untuk membantu mencapai tujuan mereka.
e. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu
sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
f. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam
kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap
perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi
individual ataupun bagi kelompok.
g. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap,
fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut
berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya
sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
h. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam
kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak
memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan
atau ditolak oleh siswa.
i.
Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan
adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
j.
Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus
mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.
Ciri-ciri guru yang fasilitatif
adalah :
- Merespon perasaan siswa
- Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
- Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
- Menghargai siswa
- Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
- Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari siswa)
- Tersenyum pada siswa
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
- Teori Belajar Humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana memanusiakan manusia serta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya.
2. Tokoh dalam teori ini adalah C. Roger, Arthur
Comb, Kolb,
Honey dan Mumford, Habermas.
- Aplikasi dalam teori ini, siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku. Serta guru hanya sebagai fasilitator.
- Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
- Merespon perasaan siswa
- Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
- Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
- Menghargai siswa
- Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
- Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari siswa)
- Tersenyum pada siswa
DAFTAR PUSTAKA
Uno, Hamzah. 2006. Orientasi
baru Dalam Psikologi Perkembangan. Jakarta: Bumi Aksara
Hadis, Abdul. 2006. Psikologi
Dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta